Tulungagung, yustitiamedia.com – Persidangan perdana perkara sengketa lingkungan hidup dengan nomor register 86/Pdt.Sus-LH/2025/PN Tlg di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Selasa (16/9), harus tertunda. Agenda sidang yang semestinya memuat pembacaan surat gugatan dan jawaban tergugat ditunda hingga 30 September 2025, setelah salah satu tergugat utama tidak hadir di ruang persidangan.

Perkara ini menempatkan Hariyanto sebagai penggugat, yang menunjuk Kantor Hukum Yustitia Indonesia di bawah pimpinan Presiden Direktur Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M. Sebagai kuasa hukum, Yustitia Indonesia menghadirkan advokat senior Hendro Blangkon, S.H., M.Kn. bersama timnya.

Adapun pihak tergugat terdiri dari empat unsur, yakni:

  1. Suryono Hadi Pranoto alias Kacunk (Tergugat I), pemilik usaha.
  2. UD K-Cunk Motor (Tergugat II), sebagai badan usaha.
  3. Kepala Desa Nglampir (Tergugat III).
  4. Kepala Desa Keboireng (Tergugat IV).

 

KHYI Tulungagung (foto istimewa).

Namun, absennya Suryono Hadi Pranoto, yang juga pemilik UD K-Cunk Motor, membuat majelis hakim menunda jalannya persidangan.

Kuasa hukum penggugat, Hendro Blangkon, menilai penundaan ini merugikan kepentingan hukum.

“Rentang waktu penundaan yang terlalu panjang jelas menghambat proses peradilan. Apalagi perkara ini menyangkut lingkungan hidup, yang seharusnya menjadi perhatian serius negara,” tegasnya usai sidang.

Kasus ini menyita perhatian publik, tidak hanya di Tulungagung, tetapi juga secara nasional. Sejumlah media, aktivis, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) turut mengawal jalannya proses hukum, mengingat isu kerusakan lingkungan kini menjadi salah satu prioritas kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Sidang lanjutan pada akhir September mendatang diharapkan dapat dihadiri seluruh pihak tergugat, sehingga substansi gugatan dapat dibuka secara terang di hadapan majelis hakim. Publik menunggu keseriusan semua pihak dalam menghadirkan keadilan sekaligus memastikan perlindungan lingkungan hidup sebagai bagian dari kepentingan bersama bangsa. (*)